Gereja Kristus Raja Paroki Baciro

Jl. Melati Wetan No.47, Baciro, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55225

Sosial Budaya

PAGELARAN WAYANG WAHYU

Sebagai rangkaian ulang tahun GKR Baciro yang ke 60 tahun digelarlah wayang wahyu. Umat baciro mengenal wayang sebagai salah satu seni yang menjadi warisan budaya di Indonesia sejak dahulu. Hal tersebut juga dikuatkan akan pemahaman yang tertuang dalam dokumen Gereja Gaudium et Spes No. 58. Selain itu juga menyadari bahwa Gereja Katholik menghargai kebudayaan dan seni yang menjadi bagiannya dalam mewujudkan dan menekankan pentingnya inkulturasi. “Inkulturasi merupakan usaha Gereja Katolik untuk ‘membudaya’ atau masuk ke dalam kebudayaan tertentu”. Untuk itulah pagelaran Wayang Wahyu ini juga didasari sebagai sarana atau cara menerangkan Kitab Suci dan ajaran iman Katholik sehingga harapannya lebih mudah dimengerti.

Acara ini dilakukan bersamaan dengan syukur atas ditahbiskan Romo Mateus Seto Dwiadityo, Pr yang berasal dari Baciro; wayang wahyu dengan mengambil tema : “Tatag tanggon in Pangandel (tokoh Daniel)” dengan dalang Romo Agustinus Handi Setyanto Pr. Pagelaran wayang wahyu dilakukan pada sabtu, 19 Agustus 2023 di aula paroki baciro. Dalam pagelaran wayang ini, Romo Handi menyampaikan bahwa wayang wahyu pun memiliki naskah. Dalam arti, bahwa penyampaian ajaran jangan sampai keliru dan dalang memiliki acuan. Isi cerita dan pesan Kitab Suci, menurutnya, diperagakan dalam bentuk pertunjukan wayang kulit.

Banyak umat yang hadir dan menyaksikan pegelaran wayang wahyu ini dengan penuh antusias, juga umat yang menyaksikan secara live streaming di https://www.youtube.com/watch?v=N9Fe9jg9CLM . Pagelaran diawali dengan sambutan dari ketua panitya HUT GKR Baciro ke 60 dan dilanjutkan dengan Tari Sekar Pudyastuti yang merupakan sebuah tari klasik gaya Yogyakarta karya K.R.T. Sasmintadipura yang diciptakan pada tahun 1979, yang berfungsi sebagai tari permohonan dan berkembang menjadi tari penyambutan sekaligus salah satu bentuk pujian dan syukur untuk Sang Maha Pencipta. Setelah tarian, penyerahan symbol wayang berupa gunungan dengan gambar yang mewakili alam semesta sebagai awal dimulainya pagelaran wayang wahyu.

Upaya melestarikan budaya dan menyediakan media sebagai sarana katekese dalam berkesenian ini diharapkan menjadi perekat, ungkapan cinta tanpa sekat, penuh toleransi dan saling menghargai umat paroki baciro. Kedepannya, cinta akan seni dan budaya ini akan terus dikembangkan bersama dengan semakin menguatkan iman uman akan kasih Kristus pada semesta dan bagaimana membangun relasi dengan sesama.

Penulis : Wuri Luckyta