Tahun 1943 – 1959
Awal terbentuk Stasi Baciro
Pada masa ini Baciro merupakan salah satu Kring di Paroki St. Antonius Kotabaru. Saat itu Paroki St. Antonius Kotabaru berusaha menambah tempat ibadat di Kring Baciro karena pertambahan penduduk, terutama kaum pelajar dan para mahasiswa yang membanjiri kota Yogyakarta. Di samping itu, umat Kring Baciro berusaha mencari dan memiliki tempat ibadah sendiri. Kring Baciro mulai diijinkan mengadakan Misa Kudus sendiri setiap hari Minggu dan hari-hari besar lainnya bertempat di Aula Pabrik Cerutu Taru Martani Jl. Kompol Bambang Suprapto No. 2A Yogyakarta. Misa biasanya dihadiri oleh ± 300 umat Katolik. Sejak saat itu, Kring Baciro mulai berkembang menjadi suatu “Stasi” yang meliputi 6 Blok, yaitu Blok Baciro Baru, Baciro Lama, Baciro Selatan, Sanggrahan GK, Sanggrahan UH, dan Gendeng GK.
Stasi Baciro yang hanya terdiri dari 1 (satu) kring berkembang menjadi 3 (tiga) kring; yaitu Kring Baciro, Kring Sanggrahan GK, dan Kring Gendeng GK. Romo Stasi waktu itu adalah Rm. De Quay, SJ. Rm. De Quay, SJ. berinisiatif mendirikan bangunan gereja untuk menampung umat yang bertambah banyak dan meningkatkan Stasi Baciro menjadi Paroki. Untuk itu dibentuk panitia pembangunan gereja dan mulailah kegiatan pengumpulan dana pembangunan gereja melalui berbagai cara.
Stasi Baciro berkembang menjadi 5 (lima) Kring, yaitu Kring Baciro, meliputi Blok Baciro Baru dan Blok Baciro Selatan, Kring Baciro Lama, Kring Sanggrahan Umbul Harjo, Kring Sanggrahan Gondo Kusuman, dan Kring Gendeng Gondo Kusuman.
Tahun 1960 – 1964
Pembentukan PGPM
Pada tahun ini, pengurus PGPM St Pertus Rasul pertama kali dibentuk dengan Ketua Rm Arcadius Dibjawahjana S.J. yang saat itu menjadi pastor di Gereja St. Yusup Bintaran.
Dari hasil pengumpulan dana mulai tahun 1956 s.d. 1960 dibelikan sebidang tanah di daerah Gendeng Cantel. Namun karena lokasinya dinilai kurang strategis, maka pada tahun 1961 diputuskan untuk membeli tanah persawahan di Gendeng Gondo Kusuman; setelah tanah sebelumnya yang berada di daerah Gendeng Cantel dijual. Jumlah umat Stasi Baciro pada tahun 1960 ± 2.500 orang, dan terdiri dari 14 Kring.
Stasi Baciro masih menggunakan aula Pabrik Cerutu Taru Martani sebagai tempat misa; namun pembangunan sudah dimulai. Di awali pembangunan Balai Pertemuan Paroki (gereja sementara) dengan ukuran 10 x 28 m di atas tanah Gendeng, Jl. Melati Wetan No. 9 Yogyakarta yang diketuai oleh Rm. JG. Stormmesand, SJ.
Pembangunan Balai Pertemuan Paroki telah selesai. Dewan Paroki pertama dilantik pada tanggal 28 Oktober 1962 dengan Rm. JG. Stormmesand, SJ, sebagai ketua. Sejak saat itu Misa Kudus yang sebelumnya dilaksanakan di Aula Pabrik Cerutu Taru Martani berpindah di Balai Pertemuan Paroki Baciro.
Pada tanggal 27 Oktober 1963, Paroki Kristus Raja Baciro diresmikan bersamaan dengan bangunan Panti Paroki, dengan alamat Jl. Melati Wetan No.13 Yogyakarta. Pada tahun itu pula suster dari Ordo Dominikan (OP), pimpinan Moeder Tomasina, mulai berkarya di Paroki Kristus Raja Baciro. Paroki Kristus Raja Baciro juga berupayamemperhatikanpendidikanmasyarakatsekitarnyadengancaramendirikanSekolah Dasar Katolik di Wilayah Paroki Baciroyakni di Sorowajan, Colombo, dan Baciro.
Tahun 1965 – 1966
Konflik Ormas pada pembangunan pastoran ParokiK ristus Raja Baciro
Pada masa ini, Paroki Kristus Raja Baciro telah berkembang menjadi 17 Kring; namun keberadaan Paroki Kristus Raja Baciro tidak selamanya berjalan mulus seperti yang dicita-citakan para pendirinya. Konflik politis antara Paroki Kristus Raja Baciro dengan Barisan Tani Indonesia (BTI), suatu ORMAS partai Komunis Indonesia terjadi. Konflik dipicu oleh persoalan lahan sawah milik Paroki yang akan dibangun menjadi pastoran dan susteran ditentang dan ditanami paksa oleh BTI dengan alasan lebih produktif bila tetap berupa sawah dan dikerjakan oleh kelompok mereka sebagai petani penggarap. Konflik dengan BTI berakhir tahun 1966 karena ORMAS tersebut dibubarkan oleh pemerintah. Pembangunan pastoran dan suteran yang sempat tertunda akhirnya dapat dikerjakan kembali dengan lancar. Suster-suster dipercaya mengelola SMP Bruderan dengan nama SMP Pangudi Luhur Yayasan Katamso.
Rm. JG. Stormmesand, SJ., yang banyak berjasa dalam bidang pendidikan mengakhiri karyanya di Paroki Kristus Raja Baciro pada tahun 1967 digantikan oleh Rm. Pradjasoeta, SJ.
Tahun 1967 – 1970
Terbentuknya “Purnaman”
Rm. Pradjasoeta, SJ. banyak mengambil langkah-langkah penertiban dalam kegiatan liturgi; khususnya dalam penyelenggaraan tata-tertib Misa Kudus di gereja. Mulai tahun 1968 dalam upaya mendalami Kitab Suci maupun hal-hal lain yang bersifat gerejani, dibentuk pertemuan “Purnaman.” Pada bulan Desember 1970 Rm. Pradjasoeta, SJ., mengakhir tugasnya dan digantikan oleh Rm. Fransiscus Xaverius Tan SoeIe, SJ.
Tahun 1970 – 1986
Terbentuknya Stasi Mrican karena perkembangan umat Paroki Kristus Raja Baciro
Pada masa kepemimpinannya, Rm. Fransiscus Xaverius Tan Soe Ie, SJ. banyak melakukan kegiatan peningkatan ekonomi paroki. Setelah 7 (tujuh) tahun berkarya, Rm. Fransiscus Xaverius Tan Soe Ie, SJ. kemudian digantikan oleh Rm. Aloysius Susilo Utoyo, Pr.
Selama berkarya, Rm. Aloysius Susilo Utoyo, Pr. mengasuh sendiri kelompok Purnaman atau bila berhalangan hadir mewakilkan pada salah satu anggota Dewan Paroki. Pada tahun 1979 Paroki Kristus Raja Baciro berkembang menjadi 27 Kring dengan jumlah umat 5.626 orang. Mulai bulan Februari 1980, Paroki menambah Misa Kudus pada setiap hari Sabtu sore.
Pada tanggal 20 Juli 1980 diselenggarakan pelantikan dewan Stasi Mrican dengan Rm. Fransiscus Susilo, SJ. sebagai ketua (ex officio wakil Romo Paroki di Stasi Mrican); dan sejak saat itu Stasi Mrican menyelenggarakan misa pada hari Minggu dan hari besar lainnya, di Kapel St. Ignatius Loyola, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Di stasi Mrican, terdapat 11 lingkungan dengan jumlah umat ± 3.606 orang. Kemudian Stasi Mrican mulai mempersiapkan diri menjadi Paroki mandiri dan berusaha membangun gereja sendiri di daerah Pringwulung. Pada tanggal 27 Desember 1997 stasi resmi menjadi paroki sendiri dengan nama Paroki St.Yohanes Rasul.
Pada tanggal 31 Desember 1981, Rm. Aloysius Susilo Utoyo, Pr. didampingi Pdt. AW. Hadiwidjaja meresmikan Kapel Oekumene Babarsari, yang diperuntukkan bagi tempat peribadatan umat Kristen dan Katolik. Pada Bulan Februari 1983 Kapel Oekumene Babarsari ditingkatkan menjadi gereja dengan pelindung St. Florentinus, dan pengelolaannya ditangani oleh Rm. Daniel Siga, SVD.
Mulai bulan Februari 1984 Rm. Aloysius Susilo Utoyo, Pr. beristirahat di Keuskupan Agung Semarang karena sakit, dan untuk mewakili tugas penggembalaan di Paroki Kristus Raja Baciro ditunjuklah Rm. Fransiscus Xaverius Susilo, SJ. dari stasi Mrican. Namun masa karya Rm. Fransiscus Xaverius Susilo, SJ. tidak berlangsung lama karena Beliau mendapat tugas belajar ke Amerika; kemudian Romo Vikep menugaskan Rm. Albertus Hendarjana DS, Pr. dari Paroki Kumetiran.
Selama lebihdari 1 (satu) tahun Pastoran Baciro kosong, karena tidak ada Pastor Paroki yang bertempat tinggal di situ. Mulai tanggal 15 Agustus 1986 Rm. Aloysius Santjaka Wahjasudibja, Pr. dan Rm. Petrus Soeprijanta, Pr. berkarya sebagai pastor Paroki Baciro.
Pada tanggal 17 Mei 1986 Paroki Baciro mendirikan Balai Pengobatan Pengabdian Masyarakat dengan nama ‘Panti Usada” yang diresmikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Yogyakarta, Bpk. Letkol Kav. Djatmikanto D.; dan Sr. Fidelis, OP. ditunjuk sebagai pengelola.
Tahun 1986 – 1993
Pesta Perak Paroki Kristus Raja Baciro
Selama periode ini yang berkarya adalah Rm. Aloysius Santjaka Wahjasudibja, Pr. bersama Rm. Petrus Soeprijanta, Pr. Mulai bulan Januari 1987, diselenggarakan Misa Lingkungan sebagai ganti pertemuan kelompok “Purnaman” dan mulai Januari 1987, berdasarkan Pedoman Dasar KAS, istilah Kring diganti menjadi “Lingkungan.” Pada saat itu Paroki Baciro genap berusia 25 tahun atau merayakan “Pesta Perak”.
Tahun 1993 – 1998
Terbentuknya Paroki Kristus Raja Baciro
Rm. Johanes Rasul Hardjojo, Pr. berkarya di Paroki Baciro selama satu tahun, kemudian diganti oleh Rm. Fransiscus Xaverius Wiyono, Pr. Karyak has Rm. Fransiscus Xaverius Wiyono, Pr adalah memperhatikan pendampingan keluarga melalui kelompok ME dan budaya Jawa (Wayang Wahyu dan Gamelan). Rm. Fransiscus Xaverius Wiyono, Pr digantikan Rm. Heribertus Subiyanto, Pr. Kemudian pada tahun 1995 s.d. 1996 Rm. Agustinus Luhur Prihadi, Pr. berkarya di Paroki Baciro, dan tahun 1996 s.d. 1997 Rm. Simon Atas Wahyudi, Pr. juga berkarya di Paroki ini.
Pada tahun 1997 Rm. Yoseph Maria Bintoro, Pr. mulai berkarya di wilayah Lanud. Adi Sutjipto. Secara kategorial, Rm. Yoseph Maria Bintoro, Pr. mempunyai karyak husus membina generasi muda calon perwira TNI AU, sedangkan tugas Pastoral sehari-harinya memberi pelayanan pada umat wilayah Pangkalan dan warga Katolik AU. Secara teritorial bekerjasama dengan Paroki Kristus Raja Baciro.