“Romo, mengapa orang Katolik tidak boleh menikah lagi setelah bercerai?”

Pada ulasan kali ini, kita akan membahas sebuah pertanyaan, : “mengapa orang Katolik tidak boleh menikah setelah bercerai?”. Larangan perceraian dalam Gereja Katolik sering dikaitkan dengan berbagai pernyataan dalam teks Kitab Suci, baik yang termuat dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Misalnya, dinyatakan dalam Mal. 2:16a: “Sebab Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel.” Teks ini tentunya secara eksplisit menyatakan kehendak Allah yang menginginkan perkawinan seumur hidup. Bunyi teks ini diperkuat oleh pernyataan Yesus dalam Matius 19:3-6 yang berbunyi: “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu, apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Yesus menegaskan bahwa perkawinan merupakan karya dan kehendak Allah. Perkawinan bukan sekedar urusan manusia dan olehnya tidak boleh diceraikan manusia. Bagi Yesus, perkawinan merupakan sebuah ikatan seumur hidup yang berakhir hanya apabila teman hidup meninggal dan perceraian itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan (Mat. 19:8); perceraian merupakan perwujudan dari ketegaran hati manusia.

Larangan perceraian ini didasarkan pada konsep perkawinan Katolik yang menggambarkan hubungan kasih setia Tuhan terhadap umat-Nya dan kasih setia Kristus terhadap Gereja-Nya. Relasi suami istri dalam perkawinan sesungguhnya mengekspresikan dan lebih dari itu merupakan simbol hubungan kesetiaan antara Allah terhadap umat-Nya atau Kristus terhadap Gereja-Nya (Ef. 5:22). Dengan demikian, perkawinan itu bagaikan kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya. Di dalam perkawinan, Kristus dan manusia saling memberi dan menerima. Karena itu, kesetiaan cinta suami istri sungguh menggambarkan cinta Tuhan terhadap umat-Nya, Kristus terhadap Gereja-Nya. Hemat saya, perkawinan Katolik yang sah dan sakramen tidak bisa dibatalkan oleh siapa pun kecuali kematian. Sebab apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6).

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa Allah tidak menghendaki adanya perceraian dari sebuah perkawinan, apalagi ada perkawinan kedua yang dilakukan setelah terjadinya sebuah perceraian. Maka, sekali lagi, perkawinan bukan sekedar urusan manusiawi dan olehnya tidak boleh diceraikan manusia.

Semoga memberikan berkah dan pencerahan

Tuhan memberkati dan Berkah Dalem

(Tulisan diambil dari buku yang berjudul : “Hukum Perkawinan Sakramental dalam Gereja Katolik”, karya: Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A., terbitan Kanisius 2019)