Pengetahuan yang dibutuhkan agar orang bisa membuat kesepakatan (perkawinan) dengan sah
Salam kasih Tuhan dan Berah Dalem, pada kolom “Romo Menjawab” kali ini akan menyampaikan beberapa hal yang mendasar tentang pengetahuan minimal yang dibutuhkan agar orang dapat membuat kesepakatan nikah yang sah. Apa yang harus mereka ketahui adalah : berdasarkan Kanon 1096 § 1. Agar dapat ada kesepakatan nikah, perlulah para mempelai sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan tetap antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerja sama seksual. Kanon 1096 § 2. Ketidaktahuan itu setelah pubertas tidak diandaikan.
Kanon membicarakan tentang pengetahuan minimal yang dibutuhkan agar orang dapat membuat kesepakatan nikah yang sah. Oleh karena itu, yang harus diketahui oleh para calon mempelai yaitu
- Bahwa perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup antara seorang laki-laki dan perempuan atau antara dua orang yang berbeda seksualitas (Kanon 1055 § 1);
- Bahwa persekutuan hidup ini mempunyai dua sifat esensial yaitu unitas (satu) dan indissolubilitas (tak terceraikan) (Kanon 1056)
- Bahwa perkawinan ini terarah pada prokreasi dan edukasi (Kanon 1055 § 1)
- Bahwa cara untuk mendapatkan anak adalah dengan kerja sama seksual antara suami dan istri. Tidak dituntut bahwa mereka harus tahu secara lengkap tentang hal ini. Yang penting mereka tahu bahwa untuk mendapatkan keturunan dibutuhkan kerja sama badaniah antara keduanya. Tentu saja mereka perlu juga memahami bahwa hubungan seksual (coitus coniugalis) ini mesti dilaksanakan in modo humano, yaitu dengan cara yang manusiawi, yang berarti harus dilaksanakan dengan kemauan, kesadaran, dan kebebasan (Kanon 1061 § 1)
Kanon hanya menuntut suatu pengetahuan minimal, dan bukan pengetahuan sempurna, menyeluruh dan mendetail tentang perkawinan dan segala liku-likunya.
Kanon 1096 § 2 menandakan bahwa pengetahuan minimal ini diandaikan sudah dimiliki ketika orang mulai memasuki usia pubertas. Maka, jika setelah masa pubertas ini ternyata yang bersangkutan belum mempunyai pemahaman minimal tentang perkawinan, hal ini perlu dibuktikan dan tidak dapat diandaikan begitu saja. Secara konkret, hukum membuat pengandaian:
- Anak-anak (infantes) dianggap belum mempunyai pengertian tentang obyek kesepakatan nikah
- Anak yang belum mencapai usia pubertas (sekitar 12 tahun untuk perempuan dan 14 tahun untuk laki-laki) diandaikan belum mempunyai pengetahuan minimal; karena itu, pernyataan “sudah memiliki pengetahuan minimal yang dituntut oleh hukum”, sementara yang bersangkutan belum mencapai usia pubertas, harus dibuktikan.
- Anak yang telah mencapai usia pubertas, dianggap sudah mempunyai pengetahuan minimal tentang perkawinan ini, karena itu pernyataan “belum memiliki pengetahuan minimal yang dituntut oleh hukum”, sementara yang bersangkutan sudah mencapai usia pubertas, harus dibuktikan.
Demikianlah pemaparan terkait pengetahuan atau pemahaman apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pribadi yang hendak melangsungkan proses perkawinannya. Semoga Tuhan memberkati. Berkah Dalem.
Tulisan ini diambil dari Buku :”Perkawinan Katolik Menurut Kitab Hukum Kanonik”, dengan penulisnya Mgr. Robertus Rubiyatmoko, terbitan Kanisius, cetakan tahun 2011.