Semangat Mengikuti Misa Offline Sudah Pulih?
Bulan Maret 2020 menjadi awal yang suram untuk seluruh aspek kehidupan manusia di bumi ini. Tatkala pandemic Covid 19 mulai dirasakan di hampir semua negara, tidak terkecuali di Indonesia. Salah satu aspek kehidupan yang sangat terdampak adalah kehidupan menggereja. Mulai bulan itu gereja tidak lagi diperbolehkan menyelenggarakan misa tatap muka. Penyebaran virus Covid 19 yang terjadi melalui tatap muka tidak memungkinkan terselenggaranya misa secara tatap muka. Sampai saat ini terhitung sudah 2 tahun pembatasan-pembatasan itu dilakukan. Pasang-surut, naik-turun situasi dan kondisi penyebaran Covid 19 ini telah terjadi selama masa-masa tersebut.
Meski situasi dan kondisi memaksa orang untu ktetap di rumah selama pandemi, Gereja tidak boleh menyerah. Peribadatan harus tetap berlangsung. Pilihannya jatuh pada peribadatan secara daring, online, atau live streaming. Cara inilah yang hamper selama dua tahun ini jadi andalan pelaksanaan peribadatan dengan segala minus maklumnya. Respon dari umat tentu sangat beragam dengan diterapkannya pembatasan kesempatan beribadah secara tatap muka ini. Lebih-lebih pada saat Keuskupan mulai memberikan kesempatan bagi umat dengan criteria tertentu ( usia 18 – 60 tahun, dalam kondisi sehat, tidakber-komorbid) untuk dapat mengikuti misa secara tatap muka terbatas. Banyak umat yang tidak masuk criteria merasa diabaikan, tidak diberi perhatian, dan disingkirkan oleh Gereja. Situasi ini jelas tidak mengenakkan bagi umat yang bersangkutan, lebih lebih juga bagi Dewan Pastoral Paroki yang harus memberikan penjelasan kepada umat atas situasi yang tidak mudah ini.
Efek yang dirasakan sangat berat adalah dengan menurunnya semangat untuk berangkat ke Gereja secara tatap muka meski sudah diijinkan oleh Keuskupan dan dirancang prokes yang ketat oleh gereja. Banyak uma tidak mau berangkat ke gereja dengan alas an takut tertular. Juga karena masih diijinkan mengikuti misa secara online / live streaming. Sayangnya beberapa umat yang tidak mau berangkat ke gereja tersebut ternyata sudah melakukan aktivitas harian bahkan bepergian ke tempat-tempat keramaian (mall, super market, pasar, sepedaan, dan tempat-tempat publik yang lain) tanpa merasa takut tertular. Beberapa umat bahkan tidak mau berangkat kegereja dan minta ikut dikirim komuni bersama keluarga yang memang butuh dikirim kerumah. Situasi ini tentu cukup memperihatinkan. Butuh waktu, perlakukan, dan pendekatan khusus untuk mengembalikan semangat mengikuti misa secara tatap muka.
Perayaan Paskah tahun 2022 ini ternyata menjadi berkah tersediri bagi Gereja Kristus Raja Baciro, terkait dengan animo umat untuk mengikuti misa secara tatap muka. Dewan Pastoral Paroki berkoordinasi dengan Tim Satgas Pandemi Covid 19 Paroki memutuskan untuk membuka seluas-luasnya kepada umat baik dari dalam paroki maupun dari luar paroki untuk mengikuti misa secara tatap muka selama Pekan Suci Paskah tahun 2022 ini. Kali ini tanpa pendaftaran, hanya ditentukan kuota sesuai kapasitas tempat duduk yang diijinkan oleh pemerintah yaitu 50% dari jumlah tempat duduk total. Pada hari raya, tempat duduk total sekitar 3.000 orang. Maka untuk Perayaan Paskah tahun 2022 ini ditetapkan kuota maksimal 1.500 orang. Ini jumlah yang jauh lebih besar dari kuota misa mingguan sebesar 500 orang.
Sangat mengejutkan, selama Pekan Suci Paskah 2022 ini jumlah umat yang hadir untuk semua misa mencapai 3.000 – an orang. Apakah fenomena ini menunjukkan bahwa semangat menggereja (mengikuti misa tatap muka) sudah pulih kembali? Kita semua tentu berharap demikian, karena bagaimanapun juga misa online / live streaming dan Komuni Batin diselenggarakan karena situasi darurat Pandemi Covid 19. Mari semakin kita tingkatkan semangat menggereja dengan kembali mengikuti Misa secara tatap muka namun dengan tetap menjalankan prokes secara ketat, karena fakta menunjukkan bahwa pandemic memang belum usai, namun hidup dan kehidupan termasuk kegiatan menggereja harus tetap berjalan.
Penulis: August Windu Aji