Renungan dalam Misa Malam Satu Sura: Sikap Orang Jawa Seturut Ajaran Tuhan

Gereja Katolik di Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat, mengakui dan menghargai eksistensi tradisi budaya lokal. Di berbagai gereja yang tersebar di wilayah Jawa, setidaknya telah lebih dari satu dekade Perayaan Ekaristi diadakan terkait dengan tradisi malam satu Sura (atau sering disebut Suro).

Melalui tradisi dan penyelenggaraan Misa ini, umat diajak untuk mensyukuri karunia Tuhan atas perjalanan hidup selama tahun-tahun sebelumnya dan memohon berkat untuk kelanjutan hidup di tahun yang baru.

Pada Sabtu, 6 Juli 2024, Perayaan Ekaristi malam satu Sura diselenggarakan di Gereja Kristus Raja Baciro, Yogyakarta dengan menggunakan bahasa Jawa, dipimpin Rm. Andreas Novian Ardi Prihatmoko, Pr bersama Rm. Antonius Wahadi Martaatmaja, Pr.

Suasana Jawa tradisional makin kental terasa dengan kehadiran pemazmur dan paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu liturgis dalam bahasa Jawa dengan iringan gamelan Jawa. Petugas liturgi maupun umat diajak mengenakan busana tradisional Jawa. Perayaan Ekaristi yang berlangsung khidmat ini juga disiarkan secara daring dan dapat disaksikan melalui kanal resmi multimedia Gereja Kristus Raja Baciro Yogyakarta di YouTube (https://youtu.be/misYe6qQuCs).

Rm. Aan, sapaan akrab Rm. Andreas Novian Ardi Prihatmoko, Pr selaku Pastor Paroki Kristus Raja Baciro, menyampaikan Perayaan Ekaristi malam satu Sura ini selain menjadi perwujudan syukur kepada Tuhan, diharapkan juga dapat menjawab kerinduan umat akan Misa dengan menggunakan bahasa Jawa, sekaligus sebagai upaya untuk nguri-uri (melestarikan) budaya Jawa.

Rm. Andreas Novian Ardi Prihatmoko, Pr
Rm. Andreas Novian Ardi Prihatmoko, Pr. saat homili, dalam Misa Malam Satu Sura di Gereja Baciro, 2024
(Dok. Crembo Media)

Dengan terselenggaranya Misa malam satu Sura, Rm. Aan berpesan dan berharap agar umat sebagai orang Jawa yang beriman Katolik, bukan hanya tentang bahasa dan busana yang menjadi identitas, tetapi bagaimana umat dapat bersikap sebagai orang Jawa yang sesuai dengan ajaran Tuhan.

“Ajaran ini salah satunya ialah kerendahan hati, seperti yang diajarkan oleh Yesus sendiri. Dalam budaya Jawa, ajaran Tuhan dapat ditemukan misalnya dalam penerapan unggah-ungguh (tata krama, etika) dan empan papan (menempatkan diri) dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Rm. Aan.

Terkait bacaan Kitab Suci pada Misa malam 1 Sura 1958 di Gereja Kristus Raja Baciro, khususnya Injil Markus 6: 1-6, Rm. Aan menyimpulkan, “Kita orang Jawa yang Katolik ya Jawa, ya Katolik. Maka, ya harus sejalan dengan ajaran Tuhan. Tidak saling bertentangan. Kita orang Jawa, muridé Gusti Yesus, maka kita bersikap selayaknya murid-murid Gusti Yesus. Yesus mengalami penolakan. Kita sebagai orang Jawa, harus bisa menerima penolakan juga seperti Yesus. Secara umum bagi saya, orang Jawa itu ya harus njawani, tidak boleh kehilangan Jawa-nya, tetapi tidak boleh merasa yang paling benar.”

Penulis: Maria Satya Rani (Tim Pelayanan Musik-Bidang Liturgi dan Peribadatan, Gereja Kristus Raja Baciro, Yogyakarta)
Editor: Willy Putranta

Artikel asli diterbitkan di UTUSAN.net, pranala https://utusan.net/sikap-orang-jawa-seturut-ajaran-tuhan/